![]() Kisah berikut ini adalah lanjutan penuturan rekan Ir. Wihananto Sarosa Alumnus ITB 77 yang sekarang bertugas di Lucent Technologies Abu Dhabi. Ikuti juga kisah sebelumnya. Special Stage-9: Special Stage menyusuri gurun pasir Pada tahun 1998 saya mendapat tawaran dari bekas direktur saya sewaktu di AT&T Network System (yg waktu itu sudah melakukan “spin-off” dan bernama Lucent Technologies), untuk bekerja di Saudi Arabia. Saat itu Lucent mencari seorang project manager yg beragama Islam untuk menangani bagian-bagian project di dearah khusus untuk Muslim yaitu Mekkah, Madinah dan wilayah haji lainnya, dan akan berkantor di Jeddah. Inilah kesempatan yg sangat langka bagi orang timur seperti saya karena kebanyakan Project Manager yang saya ketahui adalah orang “bule” (westerner). Mereka dilarang dan tidak bisa masuk ke tanah suci. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan dan langsung saya tangkap, meskipun beban yang harus saya laksanakan ternyata cukup berat. Tugas saya harus membangun 7 sentral telepon baru di areal-areal muslim tadi dalam waktu 4 bulan, dengan team yang terdiri 8 orang engineer dan 40 orang teknisi dari berbagai macam bangsa. Target waktu yg ditetapkan tidak boleh meleset karena semua sentral telepon harus beroperasi 2 (dua) minggu sebelum musim haji. Inilah tugas yang sangat menantang dan membuat hati ber-debar-debar. Saya terus berfikir, bisakah saya melaksanakannya ?. Dengan bekerja 7 hari seminggu dan 5 jam tidur sehari, akhirnya saya bersyukur pada Sang Pencipta karena tugas berat yang dibebankan dapat terselesaikan meskipun terjadi musibah kecil dengan terbakarnya salah satu sentral di daerah Madinah. Sentral ini dapat digantikan dengan sentral sementara. Sehingga akhirnya musim ibadah haji pada tahun itu dapat berjalan lancar tanpa gangguan sistem telekomunikasi yg berarti. ![]() Special stage-10: Menjadi bagian dari proyek US $ 5 milyar di Saudi arabia Setelah tugas pertama selesai, saya mendapatkan tugas yg kedua yaitu perluasan wilayah tanggung jawab saya menjadi seluruh wilayah barat dan selatan. Tanggung jawab ini mencakup bagian barat Saudi Arabia sepanjang pantai Laut merah (Red Sea) dari daerah utara yang berbatasan dengan Irak sampai ke selatan yang berbatasan dengan Yaman. Saya harus menyelesaikan pembangunan 47 Sentral Telepon Utama dan 92 Sentral Remote untuk 600 ribu sambungan, dengan team sebesar 48 engineers dan 260 teknisi yg terdiri dari kurang lebih 12 bangsa, termasuk orang Amerika, Belanda, Belgia, Saudi, Indonesia, India, Pakistan, Mesir, Jordan, dsb. Proyek ini harus diselesaikan oleh Lucent dalam waktu kurang dari 2 tahun. Banyak masalah dan tantangan yg saya hadapi, dari masalah teknis yg layaknya diselesaikan dengan ilmu dan pengetahuan sampai masalah human-interaction yg tidak dapat diselesaikan dengan ilmu matematika. Disamping itu, banyak pengalaman berharga yg saya dapat dan juga banyak teman dari berbagai bangsa yg saya temui sehingga memperkaya cerita kehidupan saya. Sebelum proyek tersebut selesai, pada tahun 2000 saya mendapat tugas baru di kantor pusat di Riyadh untuk menangani system engineering dari proyek lainnya, pembangunan 450 ribu sambungan akses internet berbasis ADSL dan ATM core network. Dapat terlibat dan menjadi bagian dari suatu proyek besar yang disebut Telecommunication Expansion Project 6, bernilai US$ 5 milyard, dengan work force sekitar 4000 orang terdiri dari kurang lebih 30-an bangsa, bagi saya sangatlah “exciting”. Ini merupakan special-stage yg membanggakan yg pernah saya jalani. ![]() Special Stage-11 : Keep driving on the desert…. Setelah proyek tersebut selesai pada tahun 2003, saya mengucap syukur kepada Sang Pencipta, meskipun Lucent Middle East dan Africa (MEA) mengurangi jumlah personilnya menjadi sekitar 500 orang, saya masih dipercaya menangani Technical Sales Support dengan account Saudi Telecom. Pada tahun 2004, saya dipindahkan ke kantor pusat Lucent MEA di Abu Dhabi sebagai Network Solution Consultant dari Core Competence Center – Next Generation Network Solution untuk wilayah Timur-Tengah dan Afrika. Tugas saya adalah memperkenalkan produk-produk Lucent, membantu customer yang ingin merancang dan membangun network barunya atau meng- upgrade networknya yg ada, juga membantu memecahkan masalah networking yg dihadapi oleh para customer, dsb. Saya sangat beruntung bisa memiliki jabatan ini karena saya yg cuma menyandang S1 dari ITB bisa mempunyai kolega satu group yg menyandang gelar Dr atau PhD. Seluruh karyawan di Group saya minimal menyandang gelar S2 (Master degree). Inilah salah satu hal yang saya sukai bekerja di Lucent karena mereka menerapkan “equal opportunity” bagi semua orang. ![]() Pandangan dunia tentang orang Indonesia Saya mempunyai cerita yg sangat mengusik pikiran saya; dalam suatu seminar telekomunikasi di Dubai dimana saya mempunyai kesempatan sebagai pembicara dan sekaligus merupakan pengalaman pertama sebagai pembicara. Saya menyebutkan data pribadi saya dan memperkenalkan bahwa saya berasal dari Indonesia, maka pada saat presentasi, banyak peserta yg keluar ruangan melakukan percakapan telpon, ada yg keluar untuk minum kopi dan yg tinggal di dalam ruangan sebagian besar terkantuk-kantuk. Tidak ada yg tertarik dengan pembicaraan saya, apa kesalahan saya? apakah karena saya orang Indonesia ? apakah karena materi pembicaraan kurang menarik ? Pada kesempatan selanjutnya, misalnya dalam Next Generation Network Roadshow–nya Lucent, di Abu Dhabi, Riyadh dan Cairo, saya pasang strategi lain untuk mengantisipasi reaksi peserta. Saya hanya menyebutkan nama, jabatan, pekerjaan di awal presentasi, ternyata para peserta mendengarkan dan mengikuti seminar secara normal dan juga terjadi tanya-jawab seperti layaknya sebuah seminar. Karena penasaran dengan reaksi para peserta, di-tengah-tengah presentasi saya menyebutkan bahwa saya berasal dari Indonesia, selanjutnya para peserta tetap mengikuti seperti biasa tanpa ada perubahan reaksi. Tetapi kemudian pada kesempatan di luar seminar, beberapa peserta mendekati saya dan berkomentar; “O saya kira anda dari Jepang atau Korea”, atau “O saya kira anda adalah orang Chinese yg bermukim di Amerika”. Dalam hati saya, tertipulah mereka!. ”awak ini orang Indonesia”, jawab saya dengan bangga. Kesimpulan saya, orang lain masih melihat dari mana asal saya bukannya siapa saya. Oleh karenanya, sebagai bangsa Indonesia kita masih perlu bersama-sama menciptakan citra baik bangsa Indonesia dimata bangsa manca-negara. Sangatlah perlu menjaga professionalisme dibidang masing-masing (apapun pekerjaannya), dan tidak cepat mengeluh dan putus asa dengan beban pekerjaan yang ditugaskan. Percaya diri dan mampu berkomu- nikasi dengan baik adalah dasar pembentukan citra yang baik dan dihargai oleh bangsa lain. Banyak yg berpandangan bahwa Indonesia hanya mempunyai unskilled human resources. Kenyataan di luar negeri, khususnya Timur Tengah, memang itulah yg terjadi. Bukan mereka para tenaga kerja (nakerwan) yang salah, tapi kesem- patan untuk mendapat pendidikan layak yang tidak mereka peroleh. Banyak cerita memprihatinkan yang saya dengar langsung dari para nakerwan, yang sangat mengganggu pikiran saya. Kejadian memprihatinkan itu terjadi, menurut pendapat saya, karena pendidikan mereka yang kurang memadai. Oleh karenanya, saya meng himbau, marilah secara ber sama- sama kita juga ikut memikirkan bagaimana dapat membantu meningkatkan kemampuan rakyat Indonesia terutama dalam hal pendidikan. ![]() Special Stage-11: Akhir kata tentang perjalanan Rally kehidupan Dari pengalaman perjalanan saya di atas, saya tarik benang merah sebagai berikut: usahakanlah tidak melakukan sesuatu dengan setengah-setengah dan kalau tidak bisa melakukan dengan sungguh-sungguh lebih baik jangan diteruskan. Tetapi jalan hidup tidak selalu “black and white” dan harus ada toleransi dimana perlu, koreksi pada beberapa check-points tertentu di perjalanan. Setiap orang mempunyai kapasitas dan kekuatan mesin sendiri-sendiri dan kemampuan bertanding di klas-nya masing-masing. Dengan kapasitasnya masing-masing itu, terdapat pedal akselerasi dimana bisa ditancap habis atau dibiarkan menggelinding saja. Yang “tancap” gas habis bisa sampai di tujuan lebih awal menjadi juara tapi bisa juga lelah (exhausted) dan kalau tidak hati-hati bisa terjadi kecelakaan Bisa juga perjalanannya dinikmati dengan kebahagiaan, tanpa memperdulikan akan menjadi juara atau tidak. Tujuan hidup yang dijalankan hanyalah untuk bisa mencapai garis finish. Yang terpenting bagi saya adalah setiap saat harus diupayakan melihat navigasi dan peta arah perjalanan agar tidak tersesat jalan dan dapat sampai di tempat tujuan dg baik. Sebagai layaknya seorang muslim, minimal 17 kali sehari kita memohon petunjuk pada jalan yg benar dari Yang Maha Kuasa. Kalau dalam perjalanan, kita terpaksa menaburkan debu kepada penonton sekitar, tebarkan-lah debu yang membuat mereka bergembira bukan debu yg membuat mereka menangis. Salam dan semangat kebersamaan ITB 77 !! Tentang penulis (dari redaksi Buku "Kisah Sebuah Angkatan") Wihananto Sarosa adalah alumni jurusan Teknik Elektro. Ia lebih akrab dipanggil dengan nama Anto. Anto menikah dengan Puruhitasari (Ita) yang juga alumni angkatan 1977 dari Teknik Industri. Anto dan Ita saat menulis tulisan ini sedang tinggal di Abu dhabi, UAE. Anto sendiri sedang bekerja di Lucent Technologies Inc. dengan cakupan tanggung jawab negara-negara di Timur Tengah dan Afrika sebagai Network Solution Consultant – Next.Gen Network Solution - Core Competence Center. Ikuti juga pengalaman hidup Budi Prasetyo, alumnus Elektro ITB 77 di posting sebelumnya dengan mengklik di sini.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
August 2023
|