![]() Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. Helfia Store. KISAH - 14, MAKANAN HALAL HARAM Kalau aku bercerita tentang makanan sehari – hari di kantor LNG Hammerfest, mungkin ini akan menjadi cerita yang kurang menarik. Seperti halnya di negara – negara Eropa lainnya, menu makanan utama sehari – hari di LNG Hammerfest adalah kentang dan roti. Kedua makanan itu kemudian dikombinasikan dengan daging, ikan dan sayur sebagai makanan yang lengkap untuk makan siang dan sore. Daging yang menjadi makanan kita, bisa berasal dari daging sapi, kambing, babi dan ayam. Ikan juga banyak macamnya, mulai dari ikan yang kecil sampai ikan yang berukuran besar, semuanya disajikan dalam satu kali makan. Yang jelas, ikan Salmon hampir setiap hari disajikan karena memang Norwegia mempunyai jumlah ikan Salmon yang melimpah di sungai dan lautnya. Jadi, harga ikan Salmon di Norwegia sangat murah. Kalau di Indonesia, harga ikan Salmon menjadi sangat mahal karena jenis ikan itu harus diimpor dari negara lain. Yang unik makanan kita, maksudnya seperti daging, ikan dan sayur di LNG Hammerfest adalah cita rasanya. Makanan yang dimasak sebenarnya hanya punya 2 rasa, yaitu asin dan tawar alias tidak ada rasanya. Tidak ada rasa gurih pada makanan tsb karena memang bumbu masak tidak pernah atau bahkan tidak boleh digunakan. Kita tahu bahwa sebenarnya bumbu masak, kalau kita baca di banyak buku pengetahuan, adalah tidak baik atau tidak sehat bagi tubuh kita. Pada awalnya, aku juga bingung, ini lidahku agak sulit menerima, kalau tiap hari hanya makan makanan yang asin dan tawar saja. Tentunya rasa bosan untuk makan di kantor, jadinya muncul. Untungnya, masih ada saos tomat dalam botol atau kemasan plastik sehingga kalau lagi masakannya rasanya tawar, aku tambahkan saja saos sebagai penyedapnya. Asinnya makanan di kantor LNG Hammerfest, kadang tidak seperti asinnya makanan di tanah air, ini asinnya, asin sekali menurut ukuran lidah Indonesiaku. Untungnya, kentang yang aku makan rasanya tawar, jadi lumayanlah, rasa asin daging dan ikan-nya bisa berkurang kalau sudah mulai masuk mulutku.
Hal lain yang unik adalah cara memasak makanannya juga hanya 2 macam, yaitu direbus atau dikukus dan dipanggang atau diasapin kalau ikan. Aku belum pernah menemui daging, ikan, kentang dan sayuran yang digoreng atau paling paling tidak masaknya pakai minyak goreng. Aku kadang membayangkan alangkah enaknya makan kentang dengan ayam goreng yang panas seperti beli makanan di KFC. Kemudian makannya pakai saos, alangkah sedapnya. Apalagi udara di Hammerfest sangat dingin, seringkali suhunya dibawah 0 oC. Kita juga tahu bahwa minyak goreng juga tidak sehat untuk tubuh kita karena kandungan lemak jenuhnya seperti kolesterol misalnya, yang bisa mengganggu kesehatan jantung kita. Teman Norwegia-ku, Trine Sommerland, pernah mengatakan, bahwa dia kurang suka dengan masakan Asia. Penyebabnya adalah masakan Asia terlalu banyak minyak gorengnya sehingga kesannya sepertinya kita makan minyak goreng. Jujur saja, pada minggu – minggu pertama, aku kerja di LNG Hammerfest, aku cukup pusing dengan lidahku ini. Bagaimana tidak, aku biasanya banyak makan makanan yang cukup asin dan gurih alias ada bumbu masaknya, kemudian juga cara masaknya, kebanyakan pasti digoreng. Sampai – sampai, nasi-pun di Indonesia digoreng, tapi memang rasanya nikmat sekali. Bukankah banyak masakan di Indonesia yang sedap rasanya, biasanya digoreng mulai dari makanan kecil sampai makanan besar dan tentu, rasanya juga gurih karena pakai bumbu masak ? Aku sebenarnya sangat paham bahwa masakan yang digoreng dan memakai bumbu masak, kalau terlalu banyak, akan berbahaya buat kesehatanku. Namun kenikmatan lidah ini, mengalahkan akal sehatku untuk terus menikmati makanan yang serba gorengan. Maka sebenarnya, aku menjadi tidak heran, kalau kemudian orang – orang Norwegia itu, bisa sehat – sehat dan panjang umurnya. Bagaimana tidak, mereka tidak makan makanan gorengan dan tidak memakan bumbu masak dalam menu sehari – harinya. Supermie atau mie instant di Hammerfest, walaupun diimpor dari Thailand, aku pernah membelinya, rasanya juga hanya asin, tidak ada rasa gurihnya. Di tanah air, mie instant, pastilah sangat gurih rasanya ! Selain masalah rasa makanan di lidahku, hal lain yang membuatku pusing pada hari pertama makan di LNG Hammerfest adalah adanya daging babi. Informasi tentang adanya daging babi ini, mulanya aku peroleh dari teman Indonesia-ku, yang lebih dulu bekerja di LNG Hammerfest. Rupanya memang benar, bahwa daging babi hampir setiap hari disajikan untuk makan siang dan makan sore. Daging babi itu penyajiannya juga bisa bermacam – macam. Ada daging babi yang di panggang, dicampur dalam sup sayuran, dicampur dengan dengan daging sapi, dimasak dengan sayuran lalu dibuat bubur dsb. Sebagai seorang muslim, tentu saja haram atau tidak boleh sama sekali, makan daging babi walaupun kata teman Norwegia-ku, dagingnya sangat lezat. Sedikitpun, tak terbersit dalam benakku, untuk mau mencicipi, yang namanya daging babi itu. Haram hukumnya buatku, makan daging babi. Tapi rupanya, pihak catering LNG Hammerfest sudah mengetahui bahwa ada beberapa pekerja muslim di LNG Hammerfest. Pihak catering juga mengerti bahwa daging babi adalah hukumnya haram bagi orang muslim. Artinya, orang muslim dilarang untuk makan daging babi. Untuk itu, kemudian, pihak catering memasang tulisan ”pork” atau daging babi di atas makanan yang memang ada daging babinya. Kalau kebetulan, tulisannya memang tidak ada, maka pelayan makanan akan memberi tahu kita, kalau makanan itu mengandung daging babi. Pernah beberapa kali, aku mengambil makanan, yang sebenarnya aku sangat yakin tidak mengandung daging babi. Namun pilihanku salah, pelayan makanan mengatakan makanan itu mengandung daging babi. Atau paling tidak pelayan makanan itu menggelengkan kepalanya sehingga aku tahu bahwa yang kuambil adalah makanan yang ada daging babinya. Jadi, aku kembalikan saja makanan itu dan mengambil makanan yang lain, yang tidak ada daging babinya. Kebetulan memang wajah Asia sepertiku, tidak banyak yang bekerja di LNG Hammerfest sehingga pelayan makanan cepat sekali hapal bahwa aku ini orang Asia dan beragama Islam atau seorang muslim. Dia tahu bahwa orang muslim tidak boleh makan daging babi. Aku sangat menghargai sekali upaya yang dilakukan oleh pihak catering LNG Hammerfest agar aku bisa makan seperti halnya pekerja lain. Namun tentunya, aku harus makan makanan yang tidak mengandung daging babi. Yang aku sangat hargai adalah pelayan makanan di LNG Hammerfest mau dengan senang hati menunjukkan kepadaku, mana makanan yang ada daging babinya dan mana yang tidak. Padahal kesibukan mereka luar biasa melayani makan ratusan bahkan ribuan orang pada saat yang hampir bersamaan. Para pelayan makanan itu, dengan jujur, mau menyebutkan mana makanan yang mengandung daging babi dan mana yang tidak. Mereka sangat menghormati sekali kita, yang kebetulan punya agama atau keyakinan yang berbeda dengan mereka sebagai orang Norwegia. Mereka juga sangat senang bahwa kita, orang Indonesia, bisa ikut membangun negaranya, dengan bekerja di LNG Hammerfest. Sambil menikmati makan siang dan sore di mess hall, aku membayangkan alangkah enaknya makan makanan yang pasti halal di tanah air. Banyak kasus penyimpangan makanan di tanah air, misalnya ada informasi makanan kaleng atau roti yang mengandung lemak atau daging babi, bakso sapi yang dicampur dengan daging babi, bangkai ayam yang sakit tetapi digoreng dan dijual kepada masyarakat, makanan sisa atau buangan dari hotel atau rumah makan kemudian dimasak lagi dan dijual, pewarna kain dipakai untuk pewarna makanan dsb. Nampaknya saat ini, demikian sulitnya mencari penghasilan atau uang dengan jujur dan halal. Banyak pedagang atau pengusaha mengatur sedemikian rupa ongkos produksi makanannya agar mendapatkan untung yang besar. Caranya bisa bermacam – macam seperti aku sampaikan tadi. Bayangkan, kalau bahan kimia pengawet mayat, dipakai untuk mengawetkan makanan yang dijual, apakah cara berjualan seperti ini, akan mendapatkan ridho dari Allah SWT ? Tidak heran, sekarang banyak anak – anak Indonesia, sudah terkena berbagai macam penyakit, yang sumber penyakitnya dari makanan yang dijual. Anak – anak kita juga jadi ”tell me” alias lambat banget cara berpikirnya, kalau mereka makan makanan atau jajan makanan yang terkontaminasi bahan kimia berbahaya seperti pewarna yang bukan untuk makanan dan bahan pengawet makanan yang tidak benar. Aku punya cita – cita untuk menjadi penjual makanan kalau aku pensiun nanti. Kuingin menjadi penjual makanan yang jujur, yang mengolah makanan dengan cara yang benar dan memakai bahan makanan yang halal. Mungkin keuntunganku tidak banyak tapi semoga saja tetap di ridhoi oleh Allah SWT. Tapi aku yakin, Allah SWT pasti akan memberikanku keuntungan materi atau bukan materi asalkan aku tetap memegang kejujuran selama aku jadi penjual makanan. Aku harus belajar dari para pelayan makanan di mess hall LNG Hammerfest, yang ditengah kesibukannya, masih mau membantu orang lain agar tetap berpegang teguh pada agamanya, yaitu tidak makan makanan yang diharamkan seperti daging babi. Dengan jujurnya, mereka menunjukkan ini mengandung daging babi, yang itu tidak mengandung daging babi! Semoga saja, dimasa datang, akan semakin banyak pedagang atau pengusaha makanan, yang mau jujur dalam memberikan informasi tentang makanan yang dijualnya, agar tidak terjadi keresahan di masyarakat Indonesia.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
August 2023
|