![]() Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Helfia Store. Helfia Network. Tentang Bayar PajakKisah ini muncul ketika aku ngobrol – ngobrol dengan teman Norwegia-ku, Leif Torre, salah satu pekerja senior Laboratory. Temanku ini, sebenarnya tidak berasal dari Hammerfest, tapi asalnya dari Bergen, salah satu kota yang tidak jauh dari ibu kota Norwegia, Oslo. Sebelum bekerja di LNG Hammerfest, Leif Torre memang sudah lama bekerja sebagai pekerja Statoil, perusahaan Minyak dan Gas Norwegia. Dia bekerja pada kilang minyak Statoil di daerah Norwegia juga, hanya saja aku lupa lokasinya.
Aku iseng, menanyakan kepadanya, kenapa dia mau bekerja di Hammerfest, yang suhu udaranya sangat dingin dan jauh dari Bergen, kampung halamannya. Secara gamblang dia menjelaskan bahwa dia ingin mendapatkan gaji atau penghasilan yang lebih tinggi. Karena bekerja di Hammerfest, pajak atas gajinya, bisa lebih kecil dibandingkan kalau bekerja di kilang minyak, tempatnya bekerja sekarang. Tempat bekerja sebelumnya berada di daerah yang termasuk bukan terpencil di Norwegia. Akhirnya aku tahu bahwa bekerja di daerah terpencil dengan daerah yang tidak terpencil di Norwegia, pajak penghasilannya atau pajak gajinya berbeda. Wajar saja, walaupun daerah terpencil seperti Hammerfest di Norwegia, kotanya sangat maju dan cukup ramai penduduknya. Rupanya Pemerintah Norwegia sangat menghargai pekerja, yang mau mengabdi di daerah terpencil. Caranya yaitu dengan mengurangi pajak penghasilan mereka supaya penghasilannya bisa lebih besar dari mereka yang bekerja di daerah yang bukan terpencil alias perkotaan. Cerita Leif Torre ini sungguh berbeda dengan yang pekerja di daerah terpencil di Indonesia. Mereka yang bekerja di pedalaman Kalimantan, Sulawesi, Papua dsb, pajak penghasilannya sama dengan mereka yang bekerja di Jakarta. Kalau misalnya penghasilan pekerja di pedalaman atau daerah terpencil adalah 60 juta setahun, maka besarnya potongan pajaknya sama dengan pekerja yang di Jakarta dengan penghasilan yang sama. Ini sebenarnya tidak adil! Karena pekerja di daerah terpencil pastilah akan hidup dengan segala keterbatasannya. Mereka belum menikmati mulusnya jalan, enaknya fasilitas kesehatan, sekolah yang bagus kualitasnya dan sedapnya fasilitas umum lainnya. Fasilitas yang nyaman itu bisa dinikmati oleh pekerja atau masyarakat yang hidup dekat dengan perkotaan di Indonesia. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia, semestinya tidak semua daerah sama besaran pajaknya di Indonesia. Semakin jauh dari Jakarta atau ibu kota Provinsi, semakin kecil pajak penghasilannyal. Ini akan merangsang para pekerja khususnya pekerja profesional mau bekerja di daerah yang agak terpencil atau terpencil sekalipun. Kalau perlu, bagi pekerja di daerah terpencil, diberikan insentif berupa pembebasan pajak penghasilan! Dengan demikian, semakin banyak pekerja yang mau mengabdi di daerah yang terpencil maka harapannya ekonomi daerah itu juga akan berkembang dengan cepat. Yang hebat dari Norwegia adalah masalah penggunaan uang pajak, benar – benar dikembalikan kepada rakyatnya. Rakyat disana bisa benar – benar menikmati sekolah gratis, kesehatan gratis, jalan yang mulus, pelayanan masyarakat yang tepat waktu dsb. Tidak salah aku membaca berita di sebuah surat kabar bahwa Norwegia adalah negara termakmur nomor 2 di seluruh dunia. Bahkan janda – janda beserta anak – anaknya dan para orang tua jompo dibantu kehidupan sehari – harinya oleh negara. Teman Norwegiaku, Roy Ivar, bercerita bahwa mahasiswa di Norwegia, bisa dipinjami dulu biaya kuliahnya selama di Universitas, kemudian uang itu akan dibayar lagi kalau mereka sudah bekerja. Di tanah air, uang pajak malah kadang jadi lahan untuk korupsi. Kita lihat saja kasus Gayus yang menghebohkan itu! Teman Norwegiaku, Trine Sommerland, pernah agak cemburu dengan para janda itu. Pasalnya dia yang bekerja di perusahaan gas, yang menghasilkan uang buat negara, gaji bulanannya tidak terlalu banyak berbeda dengan tunjangan negara kepada para janda setiap bulannya. Di tanah air, sebenarnya Undang – Undang Dasar 1945 sudah mengamanatkan kepada negara untuk memelihara kehidupan fakir miskin dan anak – anak terlantar. Namun sepertinya, amanat itu hanya ”macan ompong” karena prakteknya masih banyak fakir miskin dan anak – anak terlantar, termasuk juga para janda miskin!
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
February 2023
|