Indonesia Butuh UU Migas yang Lebih Perkasa
Jumat, 16 November 2012 | 15:27 WIB
Sebab, kata Komaidi Notonegoro, Wakil Direktur Reforminer Institute, pengalihan BPMigas ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tak cukup berupa peraturan presiden.
"Amanat dari MK (Mahkamah Konstitusi) itu berlaku sampai keluar UU Migas baru. Karena itu, perlu didorong segera dikeluarkannya UU Migas baru yang lebih berkualitas," ujar Komaidi kepada Kontan, Jumat (16/11/2012).
Komaidi juga mengatakan, kebijakan yang diambil pemerintah saat ini hanya sebagai kebijakan sementara. "Saya kira ini (kebijakan perpres) masih sebatas merespons keputusan MK saja," katanya.
Namun, Komaidi mengapresiasi langkah pemerintah yang telah mengambil sikap dengan mengambil alih fungsi BPMigas yang diserahkan ke Kementerian ESDM.
Sebelumnya, AM Putut Prabantoro, eks Penasihat Ahli Kepala BPMigas, mengingatkan akan konsekuensi dari putusan MK. "Jika BPMigas dinyatakan melanggar UUD 1945, seluruh keputusan BPMigas juga tak sah," kata dia.
Alhasil, kata Putut, semua kontrak migas yang lama yang diteken BPMigas juga rawan dipersoalkan. Senada dengan Putut, Firlie Ganinduto, Ketua Komite Tetap Hulu Migas Kamar Dagang Industri Indonesia (Kadin) mengkhawatirkan kontrak-kontrak migas yang sudah diteken.
"BPMigas yang sudah 10 tahun jalan dengan undang-undang saja bisa dibubarkan, apalagi kontrak KKKS," kata Firlie. (Oginawa R Prayogo/Kontan)
Dilansir oleh: Helfia Nil Chalis
www.helfia.net
Sumber: Kompas.com