Blue Roof (Atap Biru)![]() Kalau anda terlibat dalam persiapan atau pelaksanaan Turn Around (TAR) di LNG Site Tangguh, pastilah tahu yang namanya "blue roof'. Tempat ini khusus dibangun untuk menyediakan makan bagi pekerja yang terlibat dalam TAR. Disebut demikian karena warna atapnya memang berwarna biru. Tempat ini meskipun sekarang sudah dibangun dari bahan yang permanen, tetapi tidak bisa dianggap sebagai bangunan permanen. Pasalnya, lokasi bangunan ini terletak masih dalam radius gelombang ledakan apabila terjadi ledakan di pabrik. Penggunaan "blue roof" hanya diijinkan selama TAR dalam batas-batas waktu tidak lebih dari 2 jam di pagi hari, siang, malam, dan tengah malam. Manajemen menyadari bahwa keberadaan "blue roof" sangat penting dalam mendongkrak produktivitas pekerja selama berlangsungnya TAR. Oleh karena itu, manajemen mengajukan dispensasi agar diperbolehkan menggunakan "blue roof" dengan batasan waktu tertentu selama TAR. Mengapa demikian ketat perusahaan melarang mempergunakan semua bangunan yang berada di dalam radius gelombang ledakan kecuali yang khusus dirancang tahan terhadap ledakan? Alasannya, gas bocor apabila berada dalam tempat tertutup semisal bangunan ini dan bersentuhan dengan sumber panas akan meledak. Disamping itu bangunan-bangunan seperti ini bisa menjadi benda proyektil yang mampu membunuh banyak orang bila meledak. Itu sebabnya "blue roof" tidak diberi dinding, hanya tiang-tiang penyangga atap. Ini untuk mengurangi resiko terjadinya ledakan apabila ada gas bocor yang bermigrasi sampai ke sana. Ini semua adalah dalam upaya untuk mengurangi resiko dampak dari suatu insiden. Dalam prinsip keselamatan kerja, selalu diupayakan cara - cara untuk menurunkan resiko. Dimulai dengan mencari "Inherently Safer Design" pada tahap sangat awal dari perencanaan suatu proyek. Dilanjutkan pada tahapan desain engineering, termasuk dengan melakukan Hazard Identification (HAZID), Hazard and Operability Study (HAZOPS), dan Layer of Protection Analysis (LOPA). Demikian pula ketika procurement dan konstruksi seperti dengan mengikuti standar-standar internasional contohnya melakukan leak test, dll. Kesemua yang diuraikan di atas adalah dalam rangka pencegahan. Selain pencegahan diperlukan juga upaya pengendalian. Dalam hal ini sisa-sisa resiko dikendalikan dengan menggunakan sistem instrumentasi untuk menjaga kondisi operasi tetap berada dalam batas-batas desainnya. Apabila insiden tetap terjadi juga maka harus sudah disiapkan bagaimana mengatasinya. Misalnya dibuatkan Emergency Shutdown (ESD) System untuk mengurangi besarnya skala insiden, Fire Fighting system, Fire protection system, dll. Akhirnya, jumlah orang yang bisa terpapar dengan dampak dari insiden harus dikurangi dengan cara melakukan evakuasi secara terencana dan dilatih secara teratur. Oleh karena itu penting sekali mematuhi standar-standar yang telah ditetapkan perusahaan agar resiko dari suatu insiden bisa dikurangi serendah mungkin. Bintuni, 30 September 2012 Helfia Nil Chalis helfia@yahoo.com www.helfia.net
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
August 2023
|