Artikel berikut selain menarik, juga penting buat kita yang pencari kebenaran. Apalagi mengingat putera Sumitro Djojohadikusumo (Prabowo) sekarang ini menjadi Capres yang diperhitungkan bersaing dengan Joko Widodo. Selamat membaca dan menganalisa secara kritis dan pikiran terbuka. Sumber berita: Soedoetpandang.wordpress.com Bulan Mei tahun seribu sembilan ratus delapan puluh tiga, Prabowo Subianto, anak ketiga Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, menikah dengan Siti Hediyati, putri Presiden Republik Indonesia, Soeharto. Bertindak sebagai saksi Jenderal M. Jusuf. Peristiwa ini berlangsung setelah keduanya hampir dua tahun berpacaran. Banyak cerita beredar mengenai awal perkenalan dua muda-mudi ini. Ada sumber yang mengatakan bahwa perjumpaan diatur oleh Wismoyo (Arismunandar—ed.), yang waktu itu memang menjadi komandannya Prabowo. Tapi, sumber yang berbeda menyebut nama lain, bukan Wismoyo. Orang memang bisa membuat cerita macam-macam, demikian pula dapat menilai rupa-rupa apakah pernikahan dengan anak presiden merupakan berkah atau justru membawa petaka. Sumitro mungkin tidak seekstrim itu, kecuali menyebutnya sebagai peristiwa sejarah yang berkebetulan (historical accident). Yang jelas, kelak Letjen Prabowo, harus mengakhiri kariernya di kemiliteran secara tragis dan niscaya menyimpan trauma akibat “dikhianati”—atau dalam bahasa Prabowo: ditikam dari belakang—oleh keluarga istana sendiri. Pertunangan dengan Siti Hediyati (Titiek Soeharto) bukanlah yang pertama buat Prabowo. Ia sebelumnya sempat membina hubungan cukup serius dengan seorang gadis Yogya, namun putus di jalan lantaran Prabowo sebagai tentara terlalu sibuk tugas ke lapangan. Sebelum dan sesudah itu, Prabowo memiliki beberapa teman wanita yang lain, tapi Sumitro cuma memperhatikannya secara sambil lalu. Sampai suatu waktu Prabowo meminta izin kepada Sumitro bahwa ia hendak membawa seorang teman wanita. Rupanya teman wanita yang satu ini langsung menarik perhatian sang ayah. Dalam hati Sumitro, bertanya-tanya, “Siapa wanita ini? She looks familiar.” Prabowo cuma menjelaskan bahwa pacarnya itu termasuk salah satu murid Sumitro. [Suatu hari kelak, Sumitro mengetahui pula bahwa Titiek pernah harus mengulang mata kuliah yang diajarkan Sumitro, lantaran tidak lulus! Sumitro memang tak mengenal satu per satu mahasiswanya sebab kuliah-kuliah yang dibawakan Sumitro senantiasa dipenuhi mahasiswa, sehingga ia tak mengetahui bahwa salah satu pesertanya ialah anak presiden. Diketahui pula bahwa Titiek tak pernah berani duduk di depan, sebaliknya lebih senang di bangku belakang]. Sumitro baru belakangan mengetahui bahwa gadis tadi anak Cendana. Ia juga belum tahu persis apakah Prabowo serius entah tidak menjalin hubungan tersebut. Mengingat kali ini pacar Prabowo adalah anak Cendana, maka pikir Sumitro, “If Prabowo is not serius, he’ll be in trouble.” Tak terbayangkan oleh Sumitro kalau Prabowo sampai mempermainkan anak Presiden. Dan, hal ini disampaikannya kepada putranya tersebut, “Kalau kali ini kamu tidak serius, payah deh kamu.” Diperoleh lagi kabar bahwa Prabowo sudah membawa seorang teman wanitanya berkunjung ke kediaman Ibunda Sumitro di kawasan Matraman, Jakarta Timur. Ini berarti Prabowo serius, sebab yang paling disegani oleh anak-anak Sumitro adalah neneknya. Ibunda Sumitro mengemukakan bahwa ia mempunyai kesan yang baik terhadap teman wanita Prabowo tersebut. Pendek kata, sikapnya tampak baik, lemah-lembut dan sopan. Nenek Prabowo belum mengetahui siapa Titiek sebenarnya, hanya mengira ia anak Yogya yang kuliah di Jakarta dan mondok di kawasan sekitar Menteng. Prabowo agaknya masih menyembunyikan identitas Titiek. Dalam kunjungan kedua kali ke Matraman, anak kemenakan Sumitro justru mengenalinya dan ia memberitahu kepada Ibunda Sumitro bahwa teman Prabowo itu putri Presiden. Kontan saja nenek Prabowo terperanjat! Semenjak itu sikapnya justru agak berubah. Bukannya tak setuju, melainkan ia sangat anti feodal. Dia tahu Ibu Tien berasal dari Mangkunegara, alhasil sangat feodal. Ini tentu sangat berbeda dengan latar belakang budaya Ibunda Sumitro yang berasal dari Jawa Timur. (Ibunda Sumitro pernah meminta suaminya, Margono Djojohadikusumo, agar jangan menggunakan gelar kebangsawanan KRT, seraya menolak tinggal di Solo). Namun, baik Sumitro maupun Ibu Sumitro, sesungguhnya cukup tertarik dengan kepribadian Titiek yang dinilai sangat rendah hati dan sopan. Jadinya, muncullah kebimbangan! Pada suatu waktu di sela upacara yang berlangsung di Istana Merdeka, Ibu Tien mendekati Sumitro, setengah berbisik ia bertanya, “Eh, Pak Mitro, bagaimana?” “Baik-baik saja, Bu,” jawab Sumitro, tak mengira bahwa bukan itu sesungguhnya yang dimaksud Ibu Tien. “Bagaimana anak-anak kita?” ulang Bu Tien lebih jelas. Baru Sumitro mengerti arah pertanyaan Ibu Tien, dan Sumitro dengan berlagak pilon menjawab, “Ya, bagaimana Bu, kita serahkan saja pada anak-anak kita.” “Ya, tapi kita diam-diam saja, jangan diumumkan dahulu,” tambah Ibu Tien lagi. Dalam adat Jawa, sebetulnya Ibu Tien tidak patut bertanya demikian, mengingat hubungan Prabowo-Titiek belum pasti benar. Tapi, Sumitro senang juga, berarti Ibu Tien dalam hal ini sudah tidak terlalu kaku dalam memegang adat Jawa. Tak seberapa lama setelahnya datang lagi Tjoa Hok Sui—orang kepercayaan Probosutedjo dalam mengurusi impor cengkeh—dan berkata kepada Sumitro mengenai hal yang sama, bahkan mendorong Sumitro agar meresmikan segera hubungan Prabowo-Titiek. Sumitro masih bingung harus bagaimana, lantas bertanya kepada Prabowo mengenai keseriusannya. Prabowo sendiri belum mengerti adat Jawa, yang dinilainya irasional, dan menganggap aneh banyak orang yang hendak ikut campur dalam hubungannya dia dengan Titiek. Ia menjawab, “Ya, nanti saya lamar.” Prabowo terkejut saat diberitahu bahwa ia tidak boleh melamar sendiri, melainkan harus pihak keluarga yang datang. Agak sulitnya terjalin hubungan yang akrab, menurut analisis Sumitro, bersumber dari perbedaan kultur di antara kedua keluarga. Soeharto dari Yogya dan isterinya berasal dari lingkungan keraton Mangkunegara. “Kombinasi” ini tentu saja membentuk sebuah keluarga yang sangat kental warna Jawanya: amat feodal. Sebaliknya, keluarga Sumitro sangat berbeda dalam tradisi yang terbuka, egaliter, sangat modern, basil pendidikan barat, dan dalam banyak hal justru “tak paham” dengan tradisi Jawa. Isteri Sumitro berasal dari Minahasa yang lama hidup di Eropa, sedangkan Sumitro sendiri dibesarkan keluarganya di daerah Banyumas yang memiliki tradisi “memberontak”. Melalui emisario (utusan khusus)—yang sebenarnya berfungsi semata-mata untuk mencegah kehilangan muka—ada pemberitahuan bahwa keluarga Sumitro Djojohadikusumo sudah dapat datang melamar ke keluarga Soeharto. Sebelumnya Sumitro telah memutuskan bahwa ia akan datang melamar tanpa menggunakan bahasa Jawa priyayi (kromo inggil), melainkan dengan bahasa Indonesia. Pikirnya kala itu, “Isteri saya orang Minahasa, bukan Jawa, jadi nggak mengerti bahasa Jawa. Saya ingin siapa pun, termasuk besan saya, harus menghormati isteri saya. Kalau nggak mau, ya, nggak apa-apa. Kalau mereka menganggap ini kurang sopan, ya, that’s too bad.” Dalam jawaban atas lamaran yang disampaikan Sumitro, maka Soeharto menjawab, “Pak Mitro, tentu kita betul-betul merasa bahagia, tapi saya harus bicara juga sama kedua anak ini terlebih dahulu untuk kasih nasehat. Bagaimanapun juga, pasti masyarakat luas akan menyoroti ini, mengingat saya sebagai kepala negara dan Pak Mitro sebagai cendekiawan terkemuka.” Sumitro memahami “kecemasan” Soeharto mengingat dua anak ini: yang satu seorang perwira tapi tak mengerti adat Jawa, dan yang wanita masih suka disco. Singkat cerita keluarga Soeharto menerima lamaran keluarga Sumitro dengan baik dan dengan penuh sikap hormat. Terlebih-lebih Ibu Tien terlihat amat bahagia. Mungkin sudah lupa olehnya bagaimana “luka-luka” tempo hari ditolak Sumitro ihwal impor cengkeh. Setelah menjadi besan, hubungan keluarga Sumitro-Soeharto dilukiskan berjalan secara normal, dalam artian tak dapat dikatakan jauh, tapi juga tak bisa dibilang mesra. Beberapa kali bahkan diwarnai perbedaan pendapat. Agak sulitnya terjalin hubungan yang akrab, menurut analisis Sumitro, bersumber dari perbedaan kultur di antara kedua keluarga. Soeharto dari Yogya dan isterinya berasal dari lingkungan keraton Mangkunegara. “Kombinasi” ini tentu saja membentuk sebuah keluarga yang sangat kental warna Jawanya: amat feodal. Sebaliknya, keluarga Sumitro sangat berbeda dalam tradisi yang terbuka, egaliter, sangat modern, basil pendidikan barat, dan dalam banyak hal justru “tak paham” dengan tradisi Jawa. Isteri Sumitro berasal dari Minahasa yang lama hidup di Eropa, sedangkan Sumitro sendiri dibesarkan keluarganya di daerah Banyumas yang memiliki tradisi “memberontak”. Sumitro menjelaskan bahwa silsilah keluarganya sebetulnya juga berasal dari Yogya, namun dari kelompok pemberontaknya, sehingga harus terusir ke Banyumas. Leluhurnya ialah Pangeran Diponegoro dan Pangeran Moerdoningrat. Sumitro mengemukakan bahwa ia tidak mungkin dapat menempatkan diri dalam suasana keluarga yang sangat Jawa seperti di keluarga Soeharto. “I can’t do that, daripada saya harus munafik.” Sumitro menyadari bahwa pribadinya sangat berbeda, dengan kebiasaan untuk senantiasa bersikap terbuka, dalam mengutarakan sesuatu tak ada yang perlu ditutup-tutupi. Semuanya serba terus-terang. Namun, keluarga Soeharto tetap menghormati adanya perbedaan kultur tersebut. Salah satu kritik Sumitro yang membuat merah panas telinga Presiden ialah sinyalemennya mengenai kebocoran 30 persen dana pembangunan. Dari kasus ini, kian tebal kesan yang tertangkap oleh Sumitro bahwa Soeharto semakin memerintah bak seorang raja. Dalam saat-saat berlebaran atau di hari ulang tahun Soeharto dan Bu Tien, keluarga Sumitro tetap diundang ke Cendana. Sebagai akibat akumulasi dari berbagai persoalan, hubungan keluarga Sumitro-Soeharto mulai agak renggang semenjak sekitar tahun 1995. Sumitro sebagaimana diketahui tetap dengan sifatnya yang terbuka dan merdeka. Ia, umpamanya, masih merasa bebas berkunjung dan mengundang H.R. Dharsono, semata-mata didorong oleh perasaan tak bisa melupakan segala kebaikan Dharsono selama Sumitro berada di pembuangan, di London. Perasaan ini nyatanya tetap hidup, dan jauh lebih penting ketimbang “kewajiban” menyenangkan hati Soeharto, yang notabene merupakan musuh politik Dharsono. Kecuali itu, Sumitro juga tak pernah berhenti melancarkan kritik-kritiknya yang tajam terhadap jalannya pembangunan. Sumitro tak mengenal kamus off the record. Bila mengatakan sesuatu memang itulah maksudnya. Ia mengupas berbagai persoalan secara gamblang dan ungkapannya ditujukan pada persoalannya dan bukan kepada orang per orang atau pejabat-pejabatnya. Salah satu kritik Sumitro yang membuat merah panas telinga Presiden ialah sinyalemennya mengenai kebocoran 30 persen dana pembangunan. Dari kasus ini, kian tebal kesan yang tertangkap oleh Sumitro bahwa Soeharto semakin memerintah bak seorang raja. Bila semula Soeharto masih mau memperhatikan kritik-kritik Sumitro, namun dalam sepuluh tahun terakhir sangat terasa bahwa Presiden enggan menggubrisnya lagi, ia terlihat lebih senang memperhatikan ucapan dan kemauan orang-orang semacam Anthony Salim atau Bob Hasan. Dalam tahun-tahun terakhir, advis dari Widjojo cs pun kabarnya sudah tak didengarkan lagi. Sumitro sesungguhnya sangat menghormati Soeharto sebagai seseorang yang memiliki begitu banyak kecerdasan alamiah. Meskipun hanya mengenyam pendidikan formal terbatas, Soeharto mampu menguasai berbagai persoalan pelik, termasuk masalah ekonomi. “Sewaktu pembahasan dalam penyusunan rencana pembangunan lima tahun pertama bersama para menteri, Presiden lebih banyak mendengar dan mencatat. Namun, pada saat penyusunan rencana pembangunan lima tahun kedua, ia sudah menguasai masalah-masalah ekonomi yang serba kompleks, dan justru para menterinya yang banyak mencatat,” ungkap Sumitro. Namun bekal kecerdasan alamiah yang luar biasa ditambah dengan kemampuan naluri yang tajam seakan tak ada artinya ketika di kemudian hari, di saat-saat terakhirnya, ia semakin bersikap keras kepala dan menutup telinganya dari saran orang lain, kecuali memperhatikan kepentingan anak-cucu dan suara segelintir cukong. Banyak sekali persoalan yang telah disampaikan Sumitro kepada Presiden, semata-mata untuk mengingatkan Presiden bahwa tengah terjadi sesuatu yang tidak beres dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni tepatnya sedang berlangsung suatu pengkhianatan terhadap cita-cita kerakyatan! Sumitro, sekitar dua tahun menjelang kejatuhan Soeharto, sudah mengingatkan bahwa diperlukan kearifan dalam kepemimpinan Presiden Soeharto pada tahap sejarah yang begitu penting bagi Indonesia. “Ada berbagai masalah dalam pemerintahan yang tidak pernah saya dengar tatkala saya masih menjadi menteri. Banyak rakyat yang sudah kesal dengan berbagai rupa ketidakadilan. Rakyat kecil yang selama ini selalu mendapat tekanan dan intimidasi dari penguasa, saat ini sudah mulai menggunakan saluran-saluran di luar hukum untuk menuntut penguasa tersebut. Hal ini membuktikan adanya peningkatan keresahan di hampir seluruh wilayah Indonesia. “Saya percaya, Presiden adalah seorang pemimpin yang sangat cerdas dan rasional. Setiap saat ia memutuskan untuk bertindak, kita akan menyaksikan kesungguhan politik. Namun pertanyaannya ialah apakah orang-orang di sekelilingnya memiliki keberanian untuk secara sungguh-sungguh menyampaikan kepada Presiden mengenai keresahan-keresahan ataupun gangguan-gangguan yang terjadi tersebut,” ujarnya.[1] Masa tiga tahun terakhir menjelang kejatuhan Soeharto dengan demikian merupakan saat yang kritis, yang ditandai dengan semakin sukarnya Soeharto menerima kritik. Bila Sumitro kelewat keras mengkritik, maka sang anak menantu akan datang kepada Sumitro sembari menyampaikan pesan Presiden. “Ada apa, Tiek, ada pesan dari Bapak?” begitu biasanya Sumitro langsung menyambut. “Ya, Bapak bilang, ‘Tiek, mertuamu sudah priyayi sepuh kok masih radikal saja!” ujar Siti Hediyati. Sumitro tenang saja menerima pesan tersebut, dan justru ia balik berkata, “Ya, saya memang sudah terlalu tua untuk mengubah diri!” Banyak sekali persoalan yang telah disampaikan Sumitro kepada Presiden, semata-mata untuk mengingatkan Presiden bahwa tengah terjadi sesuatu yang tidak beres dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni tepatnya sedang berlangsung suatu pengkhianatan terhadap cita-cita kerakyatan! Dari hari ke hari Soeharto semakin bertambah kurang senang mendengar tajamnya kritik-kritik yang dilontarkan sang besan, tapi ia tak pernah menunjukkan rasa marahnya terhadap Sumitro. Kata-kata Soeharto tetap halus, walaupun mungkin sedang marah. Ia adalah pribadi yang mampu mengendalikan emosinya dengan sangat baik. Sumitro tak sungkan pula mengkritik Soeharto ihwal perilaku anak-anak Presiden. “Pak, yang saya dengar dari mana-mana, putra-putri Bapak menjadi masalah politik.” Mendengar kritik tersebut niscaya panas hati Soeharto, namun ketika hendak berpisah toh Soeharto berkata juga kepada Sumitro, “Ya, Pak Mitro, saya menyadari anak-anak sudah menjadi isu politik.” Bagi orang waras, ucapan Soeharto itu mungkin pertanda bahwa yang bersangkutan sudah menyadari kekhilafannya, dan mungkin bisa berharap akan terjadi perbaikan. Namun, betapa kagetnya Sumitro menyaksikan dua pekan setelah pertemuan itu, Soeharto memberikan lagi proyek- proyek lain kepada anak-anaknya! Hubungan keluarga Sumitro dengan putra-putri Cendana kelak memang tak berjalan mulus. Bahkan Prabowo Subianto telah lama memiliki hubungan yang dingin dan boleh dibilang tegang dengan Bambang, Tutut, Mamiek, dan Tommy. “Semua anak Soeharto mendendam kepada Bowo. Cuma Sigit yang sedikit netral,” ungkap Sumitro. Sumitro dalam saat-saat merenung mencoba berusaha memahami mengapa “cinta” Soeharto kepada anak-anaknya sedemikian besarnya. Sumitro akhirnya menemukan jawabannya. Bahwa itu mungkin pengaruh psikologis dari masa kecil Soeharto yang suram, sebagaimana pernah diceriterakan sendiri oleh Soeharto dalam acara lamaran Prabowo-Titiek. Saat itu Soeharto berkisah tentang masa kecilnya yang niscaya membekaskan luka yang dalam pada dirinya. Di usia tiga bulan di dalam kandungan, ibu kandungnya memutuskan untuk meninggalkan hal-hal duniawi: untuk menempuh jalan hidup spiritual, yakni suatu keputusan yang diambil oleh seorang wanita dalam situasi batin yang sangat rumit, lantaran mungkin dikecewakan oleh lelaki. Soeharto pun lantas dibesarkan oleh familinya di Godean. “Ketika ibu angkatnya itu meninggal, Soeharto berkisah bahwa ia datang ke Godean, seraya berkata, ‘Inilah satu-satunya Ibu yang saya kenal’,” ujar Sumitro. Sewaktu berusia sepuluh tahun, Soeharto jadi rebutan antara orang tua angkatnya dengan ayah kandungnya yang berasal dari lingkungan keraton. Oleh sebab itulah, Soeharto dipindahkan ke Wonosari dan kemudian tinggal bersama keluarga Sudwikatmono. “Wajar kiranya bila Soeharto menganggap Sudwikatmono lebih dari saudara kandung, sehingga semua-semua dikasih ke Sudwikatmono,” tambah Sumitro. Sumitro berusaha menangkap maksud di balik mengapa Soeharto bercerita tentang masa kecilnya yang suram itu di depan segenap anggota keluarga pada acara lamaran Prabowo-Titiek. Bagi Sumitro ini cukup ganjil mengingat sebelumnya Soeharto pernah memarahi Sugiyanto (eksponen Opsus) lantaran yang bersangkutan mengungkapkan silsilah keluarga Soeharto di suatu majalah, di mana disebutkan bahwa Soeharto memiliki darah bangsawan. “Itu artinya, kamu nggak boleh menegur terlalu keras kalau ia banyak memberi fasilitas kepada anak-anaknya. Ia tak ingin anak-anaknya menderita seperti dia. Apa pun anak-anaknya minta, akan diluluskan,” ujar Ibunda Sumitro coba menjelaskan kepada Sumitro. Ibunda Sumitro sangat memahami perangai Sumitro, kalau tidak suka maka langsung menegur, tanpa peduli. Hubungan keluarga Sumitro dengan putra-putri Cendana kelak memang tak berjalan mulus. Bahkan Prabowo Subianto telah lama memiliki hubungan yang dingin dan boleh dibilang tegang dengan Bambang, Tutut, Mamiek, dan Tommy. “Semua anak Soeharto mendendam kepada Bowo. Cuma Sigit yang sedikit netral,” ungkap Sumitro. Hal ini sebenarnya wajar bila mengingat bahwa Prabowo mewarisi sikap ayahnya yang kerap bersikap terbuka, bila tidak senang/tidak setuju terhadap sesuatu hal maka langsung mengemukakan rasa ketidak-senangannya itu. Prabowo terutama amat prihatin menyangkut sepak terjang bisnis anak-anak Presiden. Ia pernah menentang pembelian tank dan pesawat lantaran mark-up nya mencapai empat kali lipat dari harga sebenarnya! Prabowo dengan ketus menyebut perbuatan itu sebagai penjarahan! Komentar-komentar tajam semacam ini pastilah menyakiti hati keluarga Soeharto. Tatkala Tutut sangat mendominasi penyusunan kabinet dan keanggotaan MPR/DPR 1997, Prabowo juga bereaksi keras, “Mengapa orang-orang terbaik disingkirkan?” Cendana marah mengapa Prabowo membiarkan mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR, mereka curiga bahwa itu disengaja oleh Prabowo sebagai bagian dari konspirasi untuk menjatuhkan sang raja. Setiap kali berselisih paham dengan Prabowo, anak-anak Soeharto biasanya segera mengadu kepada ayahanda tercinta: Soeharto. Padahal, semula Sumitro mengenal putra-putri Soeharto sebagai anak-anak yang “manis”. Pada tahun-tahun awal di mana hubungan keluarga Sumitro-Soeharto masih lancar, Sumitro-lah yang diminta menjadi saksi perkawinan Mamiek. “She is a very nice girl,” kata Sumitro mengenai kesannya terhadap Mamiek kala itu. Namun, rupanya waktu telah mengubah segalanya. Tindak-tanduk Sumitro dan keluarga rupanya semakin tidak berkenan di hati keluarga Cendana. Puncaknya adalah peristiwa lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998. Cendana marah mengapa Prabowo membiarkan mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR, mereka curiga bahwa itu disengaja oleh Prabowo sebagai bagian dari konspirasi untuk menjatuhkan sang raja. Tutut dan Mamiek marah-marah kepada Prabowo, “Kamu ke mana saja dan mengapa membiarkan mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR?” Prabowo dengan sengit balik bertanya apakah ia harus menembaki para mahasiswa itu! “Dua kali setelah ia lengser saya coba menelepon, namun ia menolak menjawab. Bagi saya, ah, sudahlah peduli amat! Saya memang punya kebiasaan, kalau ada orang yang turun dari jabatan atau dilanda kesulitan, saya undang makan. Dharsono atau Ibnu Sutowo pun pernah saya undang waktu dia dibebaskan dari kedudukan,” tutur Sumitro. *) Dicuplik dari buku Aristides Katoppo, dkk., Sumitro Djojohadikusumo: Jejak Perlawanan Begawan Pejuang (Jakarta: Sinar Harapan, 2000). Judul asli bagian yang dipetik, “Besanan dan Hubungan dengan Soeharto”. [1] Wawancara Sumitro Djojohadikusumo dengan wartawan The Business Times, Singapura, edisi 15-16 Februari 1997
0 Comments
Pada tanggal 4 - 5 Juni 2014 yang lalu KPK menyelenggarakan workshop dengan topik "Peran Sektor Hulu Migas dalam Mencegah Korupsi". KPK mengundang antara lain SKK Migas, IPA (Indonesian Petroleum Association) dan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerjasama) atau yang dulu dikenal dengan KPS (Kontraktor Production Sharing). BP Indonesia yang mengoperasikan Kilang LNG Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat juga diundang untuk mengikuti workshop ini. Adapun tujuan workshop adalah dalam rangka KPK meminta partisipasi aktif dari industri migas dalam memberantas korupsi dan untuk berbagi dan belajar tentang proses bisnis di segmen hulu migas, termasuk resiko potensi korupsi dari skema "cost recovery". Sebagai informasi skema "cost recovery" yang diterapkan pemerintah melalui SKKMIGAS (dulu melalui Pertamina) memang sangat membantu masalah permodalan di sektor hulu yang sangat padat modal. Dengan skema ini kontraktor akan menggunakan modal mereka sendiri untuk memulai memproduksi sebuah kawasan migas yang pengelolaannya telah diserahkan pemerintah. Apabila sudah berproduksi maka seluruh aset akan menjadi milik pemerintah dan sebagai gantinya pemerintah akan mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan oleh kontraktor melalui skema "cost recovery" yang disepakati dalam kerjasama ini. KPK juga mengundang Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Indonesia Resources Studies (IRESS) yang menyampaikan analisa mereka tentang potensi korupsi di industri ini. Dalam kesempatan ini BP Indonesia menyampaikan proses bisnis dalam kegiatan pada tahapan pengembangan eksploitasi hulu termasuk standard-standard dan kepatuhan terhadap etika bisnis yang diterapkan oleh perusahaan. BP Indonesia juga menyampaikan pentingnya kolaborasi dari semua pihak untuk memenuhi tantangan energi yang dihadapinya. Mengomentari keterlibatan perusahaannya dalam workshop ini, Dharmawan Samsu dari BP Indonesia mengatakan: "Ini merupakan pertemuan dua hari yang menurut saya telah membuka penghalang komunikasi yang ada antara perusahaan migas dengan KPK." KPK telah menunjukkan niat baiknya dengan berusaha mengetahui industri migas secara lebih baik, khususnya dalam wilayah aturan hukum, kebijakan, sistem, dan operasi sektor hulu migas. "Saya melihat peluang untuk kerjasama yang konstruktif dengan KPK dan saya percaya kita perlu melanjutkan memperkuat momentum dari forum ini." ujar Dharmawan. Tentu saja sangat mengejutkan ketika tersiar berita di Jakarta Post tanggal 12 Juni 2014 yang mengatakan bahwa Proyek Train-3 Tangguh dihentikan oleh KPK. Hal ini langsung diklarifikasi oleh BP Indonesia ke Jakarta Post bahwa berita ini tidak benar. Proyek Train-3 Tangguh tidak dihentikan oleh KPK. BP Indonesia tunduk pada hukum dan aturan negara dan "code of conduct" perusahaan sangat jelas: "Kami dilarang melakukan tindakan suap atau korupsi dalam bentuk apapun". Permintaan LNG global diperkirakan mengalami kenaikan tajam menyusul munculnya pembeli-pembeli baru. Vice President ExxonMobil Gas And Power Marketing, Rob S Franklin, mengatakan pada 2040 kenaikan permintaan tiga kali lebih tinggi dari saat ini. Negara-negara produsen LNG, kata dia, harus menyiapkan pasokan gas hingga 650 juta ton per tahun. "Pada saat itu permintaan naik tiga kali lipat," kata Rob di sela Konferensi dan Pameran Gastech 2014 di Seoul, Korea Selatan, tanggal 25 Maret 2014 yang lalu. Produsen LNG di Asia Pasifik, dia menuturkan, akan menyediakan sedikitnya 75 persen pasokan dari total permintaan global. Kenaikan ini terjadi karena adanya pembeli-pembeli baru sementara pada sisi lain produsen baru belum mampu memberikan kepastian pasokan. Sejumlah negara di Afrika, kata Rob, akan muncul sebagai produsen LNG baru, namun mereka masih terhambat persoalan infrastruktur. Karena itu, Asia dan negara-negara Pasifik lainnya masih menjadi tulang punggung pasokan gas alam sampai beberapa dekade ke depan. Saat ini, permintaan LNG global mencapai 200 juta ton per tahun. Pada 2025, pada tingkat Asia saja, permintaan pasokan LNG pun akan naik menjadi dua kali lipat. Sumber: Republika Menjelang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, nampak semangat untuk ikut menentukan nasib negara ini dalam banyak ajang pertemuan-pertemuan resmi dan sosial termasuk di dunia maya. Selain diskusi-diskusi di media elektronik, yang tak kalah serunya justru percakapan-percakapan 'warung kopi'. Guyonan lepas banyak beredar seperti: "Bagi saya keluarga itu nomor satu tapi kalau calon presiden itu nomor dua", begitu celoteh pendukung Capres Cawapres dengan nomor urut dua Jokowi - JK. Lain lagi pendukung Prabowo - Hatta: "Semua orang maunya nomor satu, ya saya pastilah pilih yang nomor satu". Di LNG Site Tangguh, demam pemilu Presiden dan Wapres ini juga terasa. Hampir setiap duduk di meja makan, ada saja teman yang membuka pembicaraan tentang ini baik yang diskusi ringan, sambil berkelakar atau bahkan yang cukup serius dengan mengemukakan berbagai argumen masing-masing. Bagi yang masih ragu menentukan pilihannya, mereka biasanya memilih diam mendengarkan argumen dari masing-masing pendukung. Tidak cukup hanya di meja makan, ternyata ketika sedang melakukan 'management walkdown' untuk memeriksa kesiapan start-up Train-1 nuansa kampanye juga ada terasa. Bagaimana tidak, sewaktu kami membagi kelompok manajemen menjadi dua, tanpa dikomando pendukung Prabowo - Hatta memilih masuk kelompok satu dan pendukung Jokowi - JK memilih kelompok dua. Tapi semuanya berlangsung penuh humor dan sikap menerima serta menghargai pendapat masing-masing. Nampaknya meskipun demokrasi bukanlah solusi yang paling pas untuk kemajuan negara kita tetapi pemahaman kita tentang demokrasi sudah jauh lebih baik dibandingkan beberapa tahun yang lalu ketika reformasi baru digulirkan. Satu hal yang patut kita syukuri adalah kebebasan berpendapat dan berekspresi. Sekarang kita merasa bebas untuk mengemukakan jati diri masing-masing, baik sebagai muslim dengan simbol-simbolnya atau sebagai keturunan tionghoa sekalipun. Kiranya bersatu dalam keberagaman ini bisa terus dibina untuk kekuatan dan kemajuan bangsa kita, Indonesia yang kita cintai...Bineka Tunggal Ika...Bravo Indonesiaku...Selamat memilih Presiden dan Wapres. Ayo pilih yang manapun, asalkan jangan tidak memilih yang manapun alias golput. Lha, katanya mau Indonesia maju kok disuruh memilih pemimpin saja tidak mau?!! Bisnis Independent Power Plant (IPP) di Indonesia mendapat angin segar dengan adanya kesepakatan kerjasama (MOU) antara PT Pertamina (Persero) dan Marubeni Corporation dalam pengembangan bisnis IPP dan infrastruktur gas di Indonesia. Kerja sama tersebut mencakup pengembangan IPP berbahan bakar gas, jaringan transmisi gas, LNG receiving terminal dan Kilang mini LNG. MOU ditandatangani pada tanggal 19 Februari 2014 di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta. Direktur Gas Pertamina, Hari Karyuliarto mengungkapkan, Pertamina berkomitmen untuk mendukung program pemerintah dalam diversifikasi energi serta pemenuhan kebutuhan energi nasional. Sebagai Direktorat yang ditugaskan untuk pengembangan bisnis gas, Direktorat Gas memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan nilai tambah bisnis gas serta menjamin ketahanan energi dan pemenuhan kebutuhan listrik di tanah air. Kunci utama dalam ketahanan energi ini adalah pengembangan infrastruktur gas dan pembangkit listrik tenaga gas yang terintegrasi. Sementara Ginanjar menegaskan, Direktorat Gas memiliki target pembangunan IPP sebesar 750 MW pada tahun 2017 yang sebagian besar berbasis gas. Program ini merupakan upaya Pertamina untuk meningkatkan nilai tambah pada bisnis gas serta mengurangi defisit listrik, khususnya di Pulau Jawa dan mendukung program Pemerintah dalam meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia. Terkait lingkup kerja sama ini Hiroshi Nakagawa, mengatakan bentuknya mencakup pengembangan IPP, pipa transmisi gas, FSRU dan kilang LNG mini. Adapun poin objektif dari kerja sama ini, di antaranya menentukan peluang dalam pengembangan IPP di Indonesia, menaksir skema awal bisnis, desain teknis dasar dan penerimaan pasar terhadap pembangkit listrik berbasis LNG, termasuk menentukan peluang bisnis infrastruktur gas di Indonesia dan mencari daerah potensi kolaborasi antara dua perusahaan. Marubeni merupakan salah satu pemain besar dalam bisnis IPP dan infrastruktur gas di dunia. Dengan demikian sinergi kedua perusahaan diharapkan dapat mempercepat pengembangan infrastruktur gas dan IPP di tanah air. Dalam bisnis IPP di Indonesia, Marubeni memiliki rekam jejak pada lebih dari 7.500 MW dalam bidang engineering, procurement dan construction. Di samping itu, Marubeni melakukan investasi pada 3 independent power producer (IPP), yaitu PLTU Cirebon 660 MW, PLTU Paiton-2 1.220 MW, dan PLTG Rantau Dedap 220 MW. Sumber: Pertamina.com Sementara Singapura giat membangun infrastruktur penyimpanan dan regasifikasi LNG dan CNG, Indonesia sibuk mengutak-atik formula penyesuaian batas quota subsidi BBM karena kekhawatiran meningkatnya anggaran APBN. Padahal peluang mendapatkan gas murah sebagai dampak dari revolusi shale gas dunia semestinya bisa diambil dengan cara membangun fasilitas-fasilitas penyimpanan, regasifikasi LNG dan CNG serta jaringan distribusi gas di dalam negeri. Apabila fasilitas-fasilitas tersedia cukup menjangkau daerah-daerah yang memerlukan suplai gas di dalam negeri, maka dengan sendirinya industri dalam negeri akan berlomba-lomba mengalihkan penggunaan sumber energi BBM ke sumber energi gas karena harga gas dalam negeri akan menjadi sangat ekonomis. Sebuah fakta di Rubrik Ekonomi Kompasiana.com mengungkapkan bahwa revolusi penemuan shale gas besar-besaran telah terjadi belakangan ini di Amerika melalui penerapan teknologi fracturing dan horizontal drilling. Hal ini telah membawa dampak signifikan atas perubahan harga gas alam di negara itu. Dalam laporan tahunan Henry Hub Natural Gas Spot Price, sejak tahun 2009 harga gas di pasar Amerika anjlok tajam dari 8.86 USD/MBtu menjadi 3.94 USD/MBtu. Bahkan sejak tahun 2012 cenderung menurun terus hingga 2.75 USD/MBtu. Peningkatan produksi terutama akan terjadi tidak hanya di Amerika tetapi juga akan terjadi di Australia, Afrika Timur, Rusia termasuk di Indonesia. "Revolusi teknologi pada temuan shale gas pun ikut mendongkrak kenaikan suplai dari negara-negara itu." kata Hirobumi Kiwano, Presiden Perusahaan Minyak, Gas, dan Metal Nasional (JOGMEC) Jepang, di sela Konferensi dan Pameran Gastech 2014 di Seoul, Korea Seatan, tanggal 25 Maret 2014 (sumber: berita ekonomi Republica.co.id). Akibatnya pasokan gas alam Amerika akan mengalami surplus (diperkirakan meningkat 49% pada tahun 2035) sehingga untuk menjaga keseimbangan harga gas dalam negeri maka Pemerintah Amerika akan mengekspor sebagian produksi gasnya. Hal ini tentu saja akan berdampak pada peta supply-demand dunia. Sebagai contoh pada pertengahan bulan November 2013 The Straits Time memberitakan bahwa Singapura melalui Menteri Luar Negeri dan Hukum K. Shanmugam telah mengutarakan ketertarikannya untuk mengimpor shale gas dari Amerika dalam bentuk LNG sebagai langkah diversifikasi pasokan energy dan buffer stock dalam rangka ketahanan energi di negaranya. Singapura hanya mengandalkan gas alam impor dari Indonesia dan Malaysia untuk memenuhi kebutuhan energi domestik terutama untuk tenaga listrik yang besarnya hampir 10% dari total konsumsi energi primer mereka. Berdasarkan data statistik gas alam Kementerian ESDM, ekspor gas melalui pipa ke Singapura terus mengalami kenaikan volume dengan rata-rata dari tahun 2004-2012 sebesar 293 MMSCF (20% dari total volume ekspor gas). Indonesia mensuplai gas ke Singapura dari lapangan Corridor Block, Sumsel yang dioperasikan ConocoPhillips dan dari Jabung, Jambi yang dioperasikan PetroChina melalui pipa transmisi ruas Grissik-Singapura milik PT Transportasi Gas Indonesia (TGI) yang menyalurkan 465 MMSCFD. Selain itu lapangan Natuna Sea Block A, West Natuna, Kepuluan Riau yang dioperasikan Premier Oil melalui pipa West Natuna Transportation System (WNTS) menyalurkan 325 MMSCFD. Kedua kontrak pembelian gas tersebut akan berakhir tahun 2023. Singapura memang tidak akan memperpanjang kontrak ini sehingga konsekuensinya terdapat volume gas termasuk pipa-pipa penyaluran gas yang akan tidak termanfaatkan. Selain untuk memasok kebutuhan gas bagi industri-industri di kawasan Pulau Batam dan untuk mengatasi krisis gas shortage di Jawa Barat, terutama untuk kebutuhan pembangkit listrik PLN Muara Tawar dan industri di kawasan Cikarang dan Cilegon; juga diharapkan mampu berfungsi sebagai buffer stock bagi FSRU Lampung milik PGN dan FSRU Jawa Barat milik PT Nusantara Regas (NR) yang telah ada untuk mendukung domestic gas supply atau dapat juga diperuntukkan sebagai gas interruptible bagi peningkatan oil lifting Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan konsumen industri di Riau melalui pipa ruas Grissik-Duri milik TGI. Sebuah tantangan yang harus dijawab dengan elegan oleh Capres dan Cawapres kita pasangan Prabowo - Hatta dan Jokowi - JK. Ayo kita lihat siapa dari mereka yang memiliki visi ini. Membaca berita ini sangat mengusik keingintahuan saya mengingat Letjen (Purn) Prabowo Subianto adalah seorang calon presiden saat ini bersama Joko Widodo. Tentu sebagai warga negara yang baik ikut bertanggungjawab menentukan pilihan paling tepat karena siapapun presiden terpilih akan sangat menentukan nasib bangsa ini di masa depan. Tulisan ini saya kutip apa adanya dari sumbernya SuaraNews.com. Selamat mengikuti. Menguak Prabowo Dari Kivlan Zein, Pertarungan Jenderal Anti Islam Dengan Kubu Jenderal 'Kanan' Pembela Islam Mayjen (Purn) Kivlan Zein gusar. Dia merasa kok sepertinya dirinya dan Letjen (Purn) Prabowo Subianto ditulis BJ Habibie sebagai orang yang tidak mendukungnya naik menjadi presiden. Padahal, dari awal keduanya mendukung Habibie dan berusaha mencegah Jenderal Benny Moerdani menjadi presiden. "Saya kupas nanti bagaimana Habibie bisa menjadi wapres, kemudian menjadi presiden, supaya dia tahu kita back up dia. Agar kita tahu mengapa dia mengambil keputusan seperti itu terhadap kita dan Prabowo yang mendukung dia. Tapi, mengapa Habibie tak berdaya untuk membela kita. Tapi saya bilang, kalau tak berdaya membela kita janganlah pula kita ditendang begitu," kata Kivlan. Pernyataan Kivlan ini disampaikan dalam diskusi. Kontroversi Mei 98 di Institute for Policy Studies, di Jl. Penjernihan IV No 8, Jakarta, Selasa (3/10/2006) kemarin. Diskusi ini digelar secara tidak langsung menanggapi buku 'Detik-detik yang Menentukan' tulisan Habibie. Menurut dia, peristiwa jatuhnya Soeharto dan naiknya Habibie menjadi presiden, sebenarnya merupakan pertarungan antara kanan dan kiri. "Yang kiri itu Kristen, yang kanan itu Islam. Ada yang mengatakan kiri itu nasionalis, yaitu kubu Benny Moerdani dan Pak Harto," ujar Kivlan yang sudah biasa ceplas-ceplos itu. Kivlan, yang saat itu merupakan perwira muda, berada dalam kelompok kanan bersama para perwira muda lainnya, termasuk Prabowo. "Para perwira muda ini berharap janganlah Orde Baru ini anti Islam, paling tidak netral. Maka berkumpullah para perwira yang eks-PII (Pelajar Islam Indonesia) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Prabowo, walaupun dia sempat ikut KAPPI, ya ikut saya. Kemudian Adityawarman, kemudian Sjafrie Sjamsoeddin. Ini kita yang perwira mudalah, kita yang Akabri 70 ke atas. Kemudian ada Muchdi PR dan Syamsul Maarif. Semua perwira-wira muda itu," jelas dia. Suatu saat, pada tahun 1984, Prabowo dicopot dari Kopassus dipindahkan ke Kasdim. "Itu kan sakit, orang dari lapangan dipindahkan ke Kasdim. Karena apa? Karena Prabowo melaporkan ke Pak Harto ada gerakan Benny Moerdani tahun 1984. Dia (Prabowo) sunyi, lonely, maka dia mencari kawan. Dicarilah saya yang merupakan kakak kelasnya," ujar Kivlan. Kivlan mengaku sangat dekat dengan Prabowo. "Dia itu adik kelas yang saya asuh, mulai dari tingkat satu, saya lindungi dari senior, supaya tidak dihancurkan sama senior dalam plonco dan dalam kehidupan. Itulah Prabowo yang dalam keadaan lonely mencari orang yang bisa diajak ngomong," aku Kivlan. Beberapa saat kemudian di tahun 1984, Kivlan bertemu Prabowo di Malang. "Prabowo yang sakit hati dikeluarkan dari Den 81, ketemulah sama kita, saya, Sjafrie Sjamsoeddin, Ismet Huzairi, dan banyak yang lain, sampai terbentuklah grup 7 untuk melawan Benny Moerdani," terang dia. Gerakan penolakan terhadap gerakan Benny ini terus berjalan hingga pada tahun 1988. Bagaimana cara menyaingi grup Benny? "Kita naikkanlah Pak Wiranto yang saat itu Asisten Operasi Timor Timur dan batalyon yang dipimpin Prabowo, serta Ismet Huzairi. Terus bagaimana caranya Prabowo bisa sukses? Kita kasih perlengkapan tempur, helikopter yang bagus, peralatan yang lengkap. Pak Wiranto diusulkan sama Prabowo disusupkan sebagai ajudan Pak Harto. Okelah, kata saya. Jadilah dia (Wiranto) sebagai ajudan Soeharto," kata dia. Namun, Kivlan dan Prabowo cs kok melihat Wiranto semakin lama semakin dekat dengan Benny. Akhirnya, pihaknya mencari jenderal baru yang bisa mengimbangi Benny Moerdani. Dapatlah nama ZA Maulani, yang rencananya akan diusahakan sebagai KSAD terlebih dulu. Tapi, ZA Maulani tidak berani. "Lantas, kita carilah yang lain, ketemu nama Feisal Tanjung. Saya diminta Prabowo menemui Feisal Tanjung untuk menyampaikan pesannya. Saat itu, Feisal masih di Timor Timur. Setelah pesan Prabowo saya sampaikan, Feisal terkejut: masak letkol dan mayor menawarkan saya (jabatan panglima). Feisal yang saat itu Dan Seskoad yang telah dimasukkan kotak oleh grup Benny Moerdani, kita angkat," terang Kivlan. Pada bulan Januari 1989, Kivlan dkk berencana mempertemukan Feisal Tanjung dengan Habibie. "7 Perwira naik pesawat terbang dari Halim sekitar 28 Januari 1989 untuk ketemu Habibie. Sunarto (angkatan 68), saya, Ismet Huzairi, Prabowo, Sjafrie Sjamsoeddin, Ampi Nur Kamal, Suaedy Marasabesy. 7 Perwira itu terbang ke IPTN Bandung malam-malam," ujar dia. Habibie yang saat itu masih menjabat sebagai Menristek menerima mereka. "Kita sampaikan kepada Pak Habibie bahwa Pak Harto ingin ada yang bisa mengimbangi Benny, dan Feisal Tanjung yang kita majukan. Kita mengatakan hal itu agar Feisal diangkat," kata dia. Setelah itu, Kivlan dkk mempertemukan Habibie dan Feisal Tanjung dalam acara Seskoad tahun 1989. Tapi, setelah pertemuan itu hingga tahun 1992, tidak ada kabar dari Habibie kalau Feisal Tanjung punya peluang untuk diangkat sebagai Panglima TNI. Akhirnya, Feisal Tanjung pun menanyakan hal itu kepada Habibie. "Nah, pada tahun 1991, muncullah peristiwa Dili. Kejadian ini merupakan kesempatan kita untuk mengajukan Feisal Tanjung sebagai Ketua Dewan Kehormatan (untuk memeriksa pelanggaran TNI itu). Bertemulah dengan Pak Harto. Di situ, Prabowo meminta agar Feisal ditunjuk sebagai ketua DK. Nah di DK itulah, dicopotlah Sintong Panjaitan sebagai Pangdam. Sakit hatinya Sintong Panjaitan," ujar dia. Hingga 3 Juni 1992, tidak ada kabar bahwa Feisal Tanjung bisa naik menjadi panglima. Tanggal 5 Juni 1992, kubu Kivlan menghadap Pak Harto saat acara peresmian Stasiun Gambir. "Saya dihubungi Pak Azwar Anas, disetujui bahwa Feisal Tanjung akan naik. Jam 09.00 dia dilantik menjadi letjen, dilantiklah dia jadi bintang 3. Kemudian, tanggal 11 Juni 1992, ketemulah dengan Habibie, naiklah dia jadi Kasum ABRI," ujar dia. Upaya untuk menaikkan Feisal Tanjung terus dilakukan. Saat Sidang Umum MPR tahun 1993, Feisal belum juga dilantik menjadi panglima. Saat itu, jabatan Panglima ABRI masih dirangkap oleh Jenderal Edi Sudradjat yang menjabat sebagai KSAD dan Menhankam. "Tapi, itulah pintarnya Pak Harto. Tanggal 15 Juni, diangkatlah Feisal Tanjung sebagai Panglima ABRI, dan jabatan KSAD diberikan kepada Wismoyo Arismunandar," jelas dia. Setelah itu hubungan Feisal Tanjung dengan Habibie semakin dekat. Januari 1998, terjadilah pertemuan tokoh-tokoh masyarakat dengan Kopassus untuk menaikkan Habibie sebagai wakil presiden. "Reaksi dari Singapura ribut, perwira yang tak senang yang berada di grup Benny juga ribut," tutur dia. Dan akhirnya, tanggal 2 Maret 1998, dengan dukungan Fraksi ABRI dan Panglima ABRI, Habibie diangkat sebagai wakil presiden. "Saya sampaikan di kantor Habibie tanggal 2 Maret 1998. Saya yang menjadi penghubung. Itulah kejadiannya mengapa dia menjadi wakil presiden. Dia menjadi wakil presiden, karena dirancang oleh perwira-perwira muda ini," jelas mayjen purnawirawan mantan Kepala Staf Kostrad ini. Dengan fakta ini, Kivlan mempertanyakan mengapa Habibie malah melupakan para perwira muda ini. "Kalau mau dicopot, copotlah. Jangan dibilang kudeta. Jadi, memang Habibie ini naiknya oleh perwira muda. Pengangkatan Feisal Tanjung kita rancana untuk menghadang Benny, karena Benny sejak 1988 ingin jadi wapres, tapi terus kita gagalkan," tegas dia. Tentang Gerakan Benny, Kivlan menceritakan bahwa pada tahun 1988, ada kabar Benny Moerdani ingin jadi presiden. Isu panas ini dibahas oleh Kivlan dan Prabowo cs di Restoran Rindu Alam, 12 Februari 1988. "Saya bilang, Wo (Prabowo-Red), kamu hadap Pak Harto, (minta) copot Benny jadi Pangab sebelum SU MPR tanggal 1 November 1988," kata Kivlan kepada Prabowo saat itu. "Wah bahaya, nanti dia kudeta," ujar Prabowo. "Kalau dia kudeta, kita balas dengan kudeta. Saya pegang satu batalyon, si Ismet satu batalyon, Sjafrie satu batalyon, kau satu batalyon. Kalau dia kudeta, kita kontrakudeta. Kita rebut semua ini," kata Kivlan saat itu. Tidak berapa lama kemudian, terbuktilah semua ini. Isu keinginan Benny menjadi presiden didengar Soeharto. "Setelah pulang dari Yugoslavia, Pak Harto bilang biar menteri, biar jenderal, kalau dia inkonstitusional akan saya gebuk. Itu laporan saya, karena dia (Benny) mau melakukan kudeta. Tahun 1989, Benny pun diberhentikan," ungkap dia. Kasus Benny ini, kata Kivlan, berlanjut saat Habibie naik menjadi wakil presiden. "Habibie naik jadi wakil presiden, maka tidak senanglah Singapura. Dirancanglah bagaimana supaya Soeharto jatuh, Habibie ikut jatuh. Koalisi Nasional pimpinan Barnas, di belakangnya Benny Moerdani, di depan ada Ratna Sarumpaet. Itulah duduk soalnya mengapa terjadi kerusuhan," kata dia. Sumber: Suaranews.com Langkah Berani Risma Walikota Surabaya Menutup Lokalisasi Dolly Perlu Dukungan Semua Pihak5/19/2014 Meski pada awal menjabat sebagai walikota Risma menolak permintaan 20 kiai untuk menutup lokalisasi di Surabaya, beberapa waktu kemudian Risma dengan berani memutuskan penutupan lokalisasi Dolly pada 19 Juni mendatang. Sebuah keputusan yang sangat berani. Keputusannya ini sudah bisa diramalkan akan mendapat tentangan dari berbagai kalangan. Meskipun demikian hal ini tidak membuat Risma bergeming. Hanya saja sangat mengherankan bahwa seorang kader PDIP Surabaya Wisnu Sakti Buana, yang baru dilantik menjadi Wakil Walikota mendampingi Risma (meski tanpa persetujuannya dan sempat membuatnya berniat mengundurkan diri dari jabatan Walikota Surabaya), mengancam untuk mengerahkan ribuan massa jika Dolly jadi ditutup. Kenyataan ini memunculkan pertanyaan besar seputar bagaimana sebenarnya bentuk keberpihakan sebuah partai besar seperti PDIP kepada rakyat. Sejauh mana pemahaman partai ini tentang kebutuhan rakyat yang dibelanya serta bentuk program yang ingin ditawarkan ketika mengusung Jokowi - JK sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. Bagaimanapun ancaman Wisnu ini tentu tidak bisa dianggap main-main. Kita doakan semoga Risma Walikota Surabaya tetap tegar dengan keputusannya itu serta mampu mewujudkannya sebagaimana ketika beliau berhasil mewujudkan Surabaya dengan sejuta taman. Silahkan simak berita berikut di DMCA.com PDIP Ancam Kerahkan Ribuan Massa Jika Dolly diTutup ! May 18, 2014, Nur Hidayat, DMCA.com Surabaya – Ketua PDIP Surabaya yang juga merupakan Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana menyatakan tegas menolak penutupan tempat pelacuran lokalisasi Dolly pada 19 Juni mendatang. Bahkan Wisnu memaparkan, bahwa penolakan tempat maksiat itu merupakan sikap resmi PDI-P dalam melihat realitas sosial prostitusi di Dolly. Ia meminta Pemkot Surabaya untuk mengkaji ulang waktu penutupan, karena menyangkut hajat orang banyak. Wakil Wali Kota Surabaya itu pun menyerang atasannya, yakni Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Ia menyebut Risma arogan, karena menargetkan penutupan lokalisasi Dolly, tetap pada 19 Juni 2014. Jika pemkot Surabaya tetap akan melakukan penutupan lokalisasi Dolly pada 19 Juni 2014, maka besar kemungkian akan chaos (timbul kekacauan) karena secara tegas Wawalikota Surabaya, Whisnu Sakti Buana, menyatakan dirinya bersama kader akan siap berada di posisi warga sekitar Dolly yang terdampak. Wakil Walikota Surabaya ini rupanya tidak main-main atas pernyataannya yang akan membela tempat pelacuran yang dikenal bernama Dolly, jika pemkot Surabaya benar-benar akan melakukan penutupan pada 19 Juni 2014, karena himbauan penundaan yang dilontarkannya merupakan keputusan partai. “Soal Dolly adalah prinsip, karena menyangkut hajat orang banyak, maka sikap saya dan partai (PDIP) tegas agar pemkot Surabaya terlebih dahulu mengajak bicara warga kota Surabaya asli yang terdampak, karena PSK dan Mucikari disana seratus persen bukan warga kota Surabaya,” ucap Wisnu Sakti. Ditanya apakah hal itu berarti seluruh kader PDIP kota Surabaya akan turut terjunkan untuk membantu warga sekitar Dolly, Wisnu mengaku bahwa melakukan pembelaan kepada masyarakat merupakan program partai yang multak harus dijalankan oleh kader. “Itu sudah jelas, karena merupakan program partai yang harus di laksanakan,” tegas Wisnu. Wisnu juga menyatakan bahwa dirinya bersama kader partai akan siap berada dibarisan warga kota Surabaya sekitar lokalisasi gang Dolly yang terdampak, jika pemkot Surabaya memaksakan program penutupannya pada tanggal 19 Juni mendatang. “Ya kita lihat saja nanti, karena kami tidak akan tinggal diam, dan saya bersama kader PDIP akan berada disana bersama warga setempat,” tegasnya. Wisnu Sakti Buana Sang Pahlawan Dolly Orang nomor dua di Surabaya ini menilai, penutupan tempat maksiat (prostitusi) terbesar se-Asia Tenggara tersebut merupakan tindakan keliru. Pasalnya, penutupan akan merugikan warga Surabaya yang selama ini menggantungkan hidupnya dari penghasilan haram. Mantan wakil ketua DPRD Surabaya ini menegaskan, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkot Surabaya tidak pernah secara serius melakukan sosialisasi ke warga terkait penutupan tempat haram terbesar se-Asia Tenggara ini. “Selama ini pemkot terkesan sangat arogan. Ini (Dolly) ditarget tutup. Padahal program yang dilakukan pemerintah itu apa,” katanya. Sebelumnya target waktu penutupan Gang Dolly sebelum Ramadhan dilontarkan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada akhir tahun lalu, dan kembali ditegaskan pada April 2014. “Bulan puasa nanti, di Surabaya harus sudah tidak ada tempat seperti itu (lokalisasi), pokoknya kita dorong terus agar tepat waktu,” tegas Risma. Agar program penutupan Dolly mulus dan tepat waktu, Risma koordinasi secara intens dengan Kementerian Sosial (Kemensos). Dia mengakui menutup lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara itu bukan perkara mudah lantaran harus memikirkan dampak dari segi ekonomis. Sementara itu, sebanyak 58 Ormas Islam yang tergabung dalam Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur, mendatangi Tri Rismaharini ke Balai Kota Surabaya, Rabu 14 Mei 2014. Ormas-ormas Islam tersebut diantaranya Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, Muhammadiyah Jawa Timur, Hidayatullah Jawa Timur, Perhimpunan Al Irsyad Jawa Timur, Dewan Masjid Indonesia Jawa Timur, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Timur, FPI Jawa Timur, Persatuan Islam (Persis) Jawa Timur, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Timur dan lainnya. Sebanyak 58 ormas Islam yang tergabung dalam Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur dan berada di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, mengunjungi Walikota Surabaya, Tri Rismaharini di ruang kerjanya, Rabu 14 Mei 2014, guna menyampaikan pernyataan sikap dukungan. Di bawah komando Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, mereka mendukung rencana Risma menutup Dolly, dan siap memback-up penuh rencana penutupan lokalisasi itu. “Pokoknya kita berada di belakang Ibu Risma. Pada intinya, 58 Ormas Islam di Jawa Timur tetap mendukung rencana wali kota menutup tempat tempat prostitusi, khususnya Gang Dolly pada 19 Juni atau 10 hari sebelum bulan Ramadhan tahun ini. Kami harap tidak ada perubahan,” terang Sekretaris MUI Jawa Timur, M Yunus di balai kota. Koordinator GUIB Jatim, H. Abdurrachman Azis, mengatakan pihaknya bertemu walikota untuk memberikan dukungan moril kepada walikota terkait rencana penutupan Dolly. Dukungan itu diwujudkan dalam enam butir pernyataan sikap GUIB Jatim yang dibacakan di hadapan walikota. Enam butir pernyataan itu diantaranya mendukung sepenuhnya kebijakan Pemkot Surabaya untuk menutup lokalisasi Dolly tanggal 19 Juni 2014 sebagaimana tertuang dalam kesepakatan dengan Gubernur Jatim. Serta, mengutuk dengan keras atas tindakan pihak tertentu yang membonceng isu penolakan penutupan tempat-tempat prostitusi di Surabaya khususnya Dolly untuk kepentingan politis-pragmatis jangka pendek dengan mengatasnamakan masyarakat terdampak. “Intinya, kami mendukung ibu walikota untuk menutup tempat-tempat prostitusi sebelum bulan Ramadan,” tegas Abdurrachman Azis. Walikota Surabaya, Tri Rismaharini menyatakan berterimakasih atas dukungan GUIB Jatim. Namun, walikota menegaskan bahwa yang paling utama dalam upaya revitalisasi kawasan lokalisasi Dolly adalah terjaganya kondusifitas di Kota Surabaya. “Saya tidak ingin ada gesekan, saya harus bisa menjaga kondusifitas Surabaya. Saya yakin panjenengan niatnya baik. Jadi saya mohon didoakan supaya kami kuat. Kami mohon diberikan kesempatan untuk menyelesaikannya dulu. Saya yakin, kalau kita niatnya baik, Insya Allah, Allah akan membantu,” tegas walikota. Selain itu, munculnya polemik yang menyatakan bahwa penutupan lokalisasi Dolly belum siap disayangkan Ketua PW NU Jatim KH Hasan Mutawakkil Alallah. Dia menilai sikap itu bertentangan dengan cita-cita masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Pernyataan Mutawakkil disampaikan saat Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya Supomo bersama jajarannya bersilaturahmi ke kantor PW NU Jatim. Mutawakkil memahami bahwa pro dan kontra pasti ada. Tapi, jangan sampai kelompok yang demikian itu dituruti. Mutawakkil menegaskan, penutupan lokalisasi tersebut merupakan cita-cita dan amanat masyarakat yang diamanahkan kepada pemerintah. Gubernur maupun wali kota memiliki tanggung jawab untuk merealisasikan cita-cita itu. ”Bila ada yang menentang, sama artinya mereka berhadapan dengan masyarakat,” ucapnya. Penutupan 19 Juni nanti merupakan realisasi rencana yang sudah muncul jauh-jauh hari. Jangan sampai batal dan tertunda lagi. Apalagi, persiapan sudah disusun secara rapi. Terkait dengan adanya isu bakal muncul pengerahan massa yang menolak penutupan, Mutawakkil meminta aparat bertindak tegas. Sebab, penutupan lokalisasi sudah menjadi program pemerintah yang didukung masyarakat. Ketika ada yang menentang, secara tidak langsung mereka akan berurusan dengan hukum. ”Sudah sepatutnya ditindak,” tegasnya. Bila mereka tetap memaksa, masyarakat yang tergabung dalam organisasi NU juga cukup banyak. Mereka siap turun ke lapangan untuk membantu pemerintah dalam memerangi kemaksiatan di masyarakat. Tapi, Mutawakkil meminta sebisa-bisanya jangan sampai ada pengerahan massa. ”Semua ada jalurnya, makanya aparat harus tegas,” tutur dia. [KbrNet/Slm/BJT] Berawal dari inisiatif Ketua Alumni Teknik Kimia ITB Angkatan 1977, Hengki yang sejak pertengahan tahun lalu (2013) mengusulkan agar alumni ITB yang telah berkarya di industri LNG puluhan tahun berbagi pengalaman dalam sebuah program studi di kampus ITB. Beliau kemudian menghubungi Bpk RIJ Soetopo (TK66, Mantan Kepala Proyek Pembangunan LNG Arun dan Badak), Bpk Yoga P. Suprapto (TK73, Mantan Kepala Proyek Pembangunan LNG Tangguh Pertamina), Bpk Nanang Untung (TK77, Presdir PT Badak NGL), Bpk Rachmat Hardadi (TK79, GM/Direktur PT Badak NGL), Helfia Nil Chalis (TK77, Mantan Manager Operasi LNG Badak dan LNG Tangguh), Pak Teguh Bakhtiardi (TK77, Manager Pemasaran LNG Tangguh). Alhamdulillah seminar sehari ini dapat terlaksana pada tanggal 28 Maret 2014 yang lalu di Ruang Galeri TK Prodi TK, Kampus ITB. Video lengkapnya bisa dilihat dengan mengklik link ini. Seminar diikuti oleh para mahasiswa tingkat akhir Teknik Kimia ITB Angkatan 2010. Ruang Galeri TK yang cukup besar itu penuh sesak tetapi seminar tetap bisa berlangsung dengan tertib dan penuh antusiasme para peserta. Diantara mereka ada juga para alumni baik yang berdomisili di Bandung maupun di Jakarta. Bpk RIJ Soetopo di awal presentasinya menyampaikan kesimpulannya dari perjalanan karirnya selama lebih 30 tahun di industri LNG mulai dari pengembangannya sampai pengoperasian. Kesimpulannya ini disarikannya hanya dalam lima kalimat singkat:
Bpk Yoga P. Suprapto dalam presentasinya secara kelakar menceritakan pengalamannya ketika pertama kali menginjak bumi Papua di awal Proyek LNG Tangguh yang waktu itu masih dirintis oleh Pertamina (sekarang dioperasikan oleh BP). "Turun dari chopper saya melihat penduduk asli Papua, langsung saya dekati dan di memperkenalkan diri: 'Saya Abdullah'." Beliau mengaku kaget karena tidak pernah menyangka di Papua ada penduduk asli yang beragama Islam. Memang daerah Tanah Merah, Teluk Bintuni penduduknya 50% muslim, 50% non muslim. Beliaupun menyayangkan bahwa undang-undang Migas malah membuat industri migas Indonesia banyak dikuasai perusahaan asing.
Pak Nanang Untung dan Pak Rachmat Hardadi yang mendapat giliran presentasi setelah Bpk Yoga berbagi pengalaman tentang upaya mereka berduet membawa PT Badak NGL yang memang harus berubah dari non profit company menjadi 'profit company' yang mandiri. Dalam kurun waktu yang tidak lama yaitu 2 - 3 tahun ke depan PT Badak NGL akan berubah haluan dari LNG Manufacturing company menjadi service company. Sekarangpun kiprah PT Badak NGL sebagai penyedia jasa training, commissioning dan start-up LNG plant sudah sangat dikenal di dunia internasional meskipun PT Badak NGL sendiri belum bisa menikmati keuntungannya karena status legalnya sebagai perusahaan non-profit. Terakhir saya dan rekan Teguh Bachtiardi menyampaikan pengalaman berkarya di LNG Tangguh di mana saya dalam hal pengalaman start-up dan pengoperasian kilangnya sedangkan rekan Teguh mengenai pemasaran LNG. Anda bisa mendownload file presentasi saya di sini. Video lengkapnya bisa dilihat dengan mengklik link ini. Dalam sebuah pesta, seorang teman terjatuh tapi ia meyakinkan semua orang bahwa ia baik-baik saja dan hanya tersandung batu. Mereka membantunya dan memberinya makan. Meskipun ia tampak masih kurang nyaman, teman ini melanjutkan aktivitasnya ikut pesta. Semua orang kaget ketika suaminya beberapa waktu kemudian memberitahukan bahwa istrinya telah dibawa ke rumah sakit pada jam 6 sore dan telah meninggal dunia. Ia terkena stroke pada saat pesta. Seandainya saja mereka sudah mengetahui cara mengidentifikasi tanda-tanda stroke, mungkin istrinya masih hidup hari ini. Beberapa diantara orang yang terserang stroke tidak meninggal, tetapi kondisi mereka jadi memprihatinkan. IDENTIFIKASI STROKE: Seorang neurologist berkata bahwa jikalau ia mendapatkan korban stroke dalam jangka waktu 3 jam, ia dapat membantu membalikkan efek dari stroke tersebut secara total. Menurut dia, yang sulit adalah bagaimana untuk mengenal sebuah serangan stroke, dan membuat pasien secara medis ditangani dalam waktu tidak lebih dari 3 jam sejak mendapat serangan. MENGENALI STROKE: Ingat 3 langkah, SBA. Baca dan pelajari! Terkadang tanda stroke sulit untuk di identifikasi. Kalau kita tidak mengetahui ini bisa berakibat fatal. Korban stroke dapat mengalami kerusakan otak yang besar ketika orang di dekatnya gagal dalam mengindentifikasi tanda sebuah stroke. Dokter saat ini berkata bahwa orang biasa dapat mengenal serangan stroke dengan 3 pertanyaan simple di bawah ini: S = Minta orang tersebut untuk SENYUM. B = BICARA. Minta orang tersebut untuk bicara kalimat yang mudah (secara langsung) Contoh : Hari ini sangat cerah. A = ANGKAT KEDUA TANGAN. Jikalau dia kesulitan dalam melakukan salah satu dari tugas sederhana di atas, panggil ambulan dan jelaskan tanda-tandanya kepada kepada petugas. CATATAN: Tanda lain dari sebuah stroke adalah:
|
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|